judul yang perlu dikunjungi

21.10.10

khutbah idul adha 1430h

Dalam Surat AL Hajj ayat 37, Allah SWT berfirman :

” Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai ( keridhaan ) Allah, tetapi ketaqwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. ( QS. Al hajj:37 )

Ayat diatas memberikan pelajaran bagi kita bahwa ibadah kurban dengan menyembelih binatang ternak merupakan symbol ketaqwaan dan loyalitas kita kepada Allah SWT. Oleh karena itu pelaksanaan ibadah kurban akan terasa lebih bermakna apabila dibarengi dengan penghayatan pesan-pesan yang terkandung didalamnya. Meskipun sejarah kurban telah tua seusia dengan peradaban manusia itu sendiri, yaitu tatkala Allah Swt memerintahkan kepada putra-putra Nabi Adam AS yakni Qabil dan Habil untuk mengorbankan sebagian hartanya guna mendekat kepada Allah SWT, namun pelaksanaan ibadah kurban yang dilakukan oleh umat Islam saat ini adalah dalam rangka napak tilas terhadap ajaran yang pernah dilakukan oleh Abul Anbiya’ Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS.

Ketika Allah SWT menyampaikan wahyu kepada Nabi Ibrahim lewat Ar Ru’yah Ash Shadiqoh ( Mimpi yang benar ) agar menyembelih anaknya Ismail, Nabi Ibrahim sempat tidak mempercayainya dan dianggap itu hanyalah sebuah bisikan syetan yang menginginkannya terjerumus dalam kemaksiyatan. Pada waktu itu logika berfikir Nabi Ibrahim berkata, sangat tidak rasional apabila Allah yang Maha Penyayang memerintahkannya untuk membunuh anak yang disayanginya dan baru didapatkannya ketika beliau berumur hampir satu abad. Namun ketika untuk kedua dan ketiga kalinya Allah kembali mengusik tidurnya dengan perintah tersebut, maka Nabi Ibrahimpun mulai melepaskan logikanya dan menerima perintah Allah tersebut dengan lapang dada, sami’na wa atho’na.

Aspek keimanan telah memenuhi rongga dada Nabi Ibrahim, beliau lebih mencintai Allah dibandingkan dengan putra semata wayangnya, didekati Ismail dan beliau Tanya tentang pendapatnya. Apa jawab Ismail ?

Duhai ayahku lakukan apa yang diperintahkan kepadamu, maka kelak engkau akan dapati aku termasuk orang-orang yang shabar.

Dari kisah pendek itu, bisa kita lihat bahwa baik Nabi Ibrahim maupun Nabi Ismail menelaah dan menerima perintah dari Allah sebagai ta,abudi ( bentuk ketaatan semata ) bukan ta’aquli ( rasional ), dengan mengorbankan segala kepentingan pribadinya beliau penuhi tuntutan Allah tanpa memikirkan apa yang akan terjadi kemudian. Bagi beliau, apa yang diperintahkan oleh Allah Swt pasti mempunyai tujuan kemaslahatan bagi hambanya, walaupun perintah itu tidak rasional.

Perintah Allah kepada Nabi Ibrahim agar menyembelih putranya Ismail AS adalah dalam rangka ujian terhadap kesetiaan dan loyalitasnya kepada Allah Swt, sekilas memang nampak janggal, ketika seorang nabi seperti Nabi Ibrahim masih perlu dilakukan uji kesetiaan dan ketaatan, namun kejanggalan ini akan segera hilang manakala kita menyadari bahwa kehadiran para nabi di dunia ini adalah untuk memberi contoh kepada umatnya. Apabila seorang nabi saja masih diuji loyalitasnya dan ketaatanya pada Allah, apalagi manusia-manusia lain yang bukan nabi tentu lebih layak untuk diuji.kalau nabi Ibrahim diuji oleh Allah agar menyembelih putranya, maka manusia diuji untuk menyembelih hartanya yang di simbolkan dengan binatang ternak, karena harta dan anak menurut Al Qur’an dianggap sebagai perhiasan dunia sebagaimana yang ditegaskan oleh Allah dalam Surat Al Kahfi ayat 46,” Harta dan anak adalah perhiasan kehidupan dunia”. Agar manusia bisa betul-betul taqarrub kepada Allah, maka ia harus mau mengorbankan segala bentuk perhiasan dunia yang ada padanya, dalam arti lebih mendahulukan perintah Allah dibanding dengan kepentingan nafsu dan pribadinya.

Nabi Ibrahim telah berhasil mengalahkan kepentingannya demi loyalitasnya kepada Allah swt, padahal ujian yang diberikan kepada beliau adalah luar biasa berat, sebagaimana yang digambarkan oleh Al Qur’an Surat Ash Shaffat ayat 106 dengan al bala’al mubin yaitu ujian yang nyata.

Oleh sebab itu, wajar apabila momen kemenangan ini dibadaikan oleh Allah menjadi syari’at Nabi akhir zaman Nabi Muhammad SAW yang dilaksanakan setiap tahun dengan diringi gema takbir yang juga mempunyai pesan spiritual yang mendalam..

Takbir bukan hanya untaian kalimat yang keluar dari mulut namun tanpa makna. Takbir adalah mengagungkan Allah dengan menerapkan hukum-hukum Allah dan meninggalkan aturan-aturan produk manusia. Takbir adalah mengagungkan Allah dengan memperhatikan rumah Nya atas rumah kita. Takbir adalah mengagungkan Allah dengan membuang sifat kesombongan yang melekat pada diri kita. Pertanyaannya adalah sudah bertakbirkah kita?

Tampaknya takbir kita hanya terbatas pada formalitas acara-acara tertentu. Kita sering bertakbir bahkan takbir Akbar, namun panggilan Allah untuk sholat berjamaah selalu kita anggap kecil. Bahkan rumah Allah ( masjid ) kita biarkan roboh, bocor, berdebu, kotor dan tidak terawat sementara rumah-rumah kita megah mewah dan selalu indah. Al Qur’an hanya kita jadikan sebagai Syair yang didendangkan ketika ada hajatan dan perlombaan namun Koran selalu kita jadikan pedoman. Apakah dengan begitu kita pantas disebut sebagai orang yang telah bertakbir?

Karenanya, ibadah kurban yang datang setiap tahun ini jangan kita hanya kita jadikan sebagai upacara rutin saja melainkan juga mampu mendidik kita seperti Nabi Ibrahim yang mampu mendahulukan kepentingan Allah di atas kepentingan pribadinya. Bila tidak, maka kita hanya akan meneriakkan kalimah Allahu Akbar dimana-mana, namun perilaku kita justru melecehkan Allah Swt. Untuk itu jadikan kurban sebagai cerminan ketaqwaan kita dan tonggak dari ibadah kita, bukan sebagai puncaknya. Wallahu a’lam bishshowwab.

Created by Ahmad Rifa’I Adz Dzamawiy

17.10.10

SALAH SATU MAMFAAT SHOLAT TAHAJUT

Tahajjud Bisa Mengatasi Kanker
Sebuah penelitian ilmiah membuktikan, shalat tahajjud membebaskan seseorang dari pelbagai penyakit.

Berbahagialah Anda yang rajin shalat tahajjud. Di satu sisi pundi-pundi pahala Anda kian bertambah, di sisi lain, Anda pun bisa memetik keuntungan jasmaniah. Insya Allah, Anda bakal terhindar dari pelbagai penyakit .
Itu bukan ungkapan teoritis semata, melainkan sudah diuji dan dibuktikan melalui penelitian ilmiah. Penelitinya dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya, Mohammad Sholeh, dalam usahanya meraih gelar doktor. Sholeh melakukan penelitian terhadap para siswa SMU Lukmanul Hakim Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya yang secara rutin memang menunaikan shalat tahajjud.


Ketenangan
Shalat tahajjud yang dilakukan di penghujung malam yang sunyi, kata Sholeh, bisa mendatangkan Ketenangan. Sementara ketenangan itu sendiri terbukti mampu meningkatkan ketahanan tubuh imunologik, mengurangi resiko terkena penyakit jantung dan meningkatkan usia harapan hidup.

Sebaliknya, bentuk-bentuk tekanan mental seperti Stres maupun Depresi membuat seseorang rentan terhadap berbagai penyakit, infeksi dan mempercepat perkembangan sel kanker serta meningkatkan metastasis (penyebaran sel kanker). Tekanan mental itu sendiri terjadi akibat gangguan irama sirkadian (siklus bioritmik manusia) yang ditandai dengan peningkatan Hormon Kortisol. Perlu diketahui, Hormon Kortisol ini biasa dipakai sebagai tolok ukur untuk mengetahui kondisi seseorang apakah jiwanya tengah terserang stres, depresi atau tidak.
Untungnya, kata Sholeh, Stres Bisa Dikelola. Dan pengelolaan itu bisa dilakukan dengan cara edukatif atau dengan cara Teknis Relaksasi atau Perenungan/Tafakur dan umpan balik hayati (bio feed back). "Nah, shalat tahajjud mengandung aspek meditasi dan relaksasi sehingga dapat digunakan sebagai coping mechanism atau pereda stres yang akan meningkatkan ketahanan tubuh seseorang secara natural", jelas Sholeh dalam disertasinya berjudul Pengaruh Shalat Tahajjud Terhadap Peningkatan Perubahan Respon Ketahanan Tubuh Imunologik.


Tahajjud harus secara Ikhlas & Kontinyu Namun pada saat yang sama, shalat tahajjud pun Bisa Mendatangkan Stres, terutama bila Tidak Dilaksanakan Secara Ikhlas dan Kontinyu. "Jika tidak dilaksanakan dengan ikhlas, bakal terjadi kegagalan dalam menjaga homeostasis atau daya adaptasi terhadap perubahan pola irama pertumbuhan sel yang normal, tetapi jika dijalankan dengan ikhlas dan kontinyu akan sebaliknya", katanya kepada Republika.
Dengan begitu, keikhlasan dalam menjalankan shalat tahajjud menjadi sangat penting. Selama ini banyak kiai, dan intelektual berpendapat bahwa ikhlas adalah persoalan mental-psikis. Artinya, hanya Allah swt yang mengetahui dan mustahil dapat dibuktikan secara ilmiah. Namun lewat penelitiannya, Sholeh berpendapat lain.

Ia yakin, secara medis, ikhlas yang dipandang sebagai sesuatu yang misteri itu bisa dibuktikan secara kuantitatif melalui indikator sekresi hormon kortisol. "Keikhlasan Anda dalam shalat tahajjud dapat dimonitor lewat irama sirkadian, terutama pada sekresi hormon kortisolnya", kata pria yang meraih gelar doktor pada bidang psikoneoroimunologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga ini.

Dijelaskan Sholeh, jika ada seseorang yang merasakan sakit setelah menjalankan shalat tahajjud, besar kemungkinan itu berkaitan dengan niat yang tidak ikhlas, sehingga gagal terhadap perubahan irama sirkadian tersebut. Gangguan adaptasi itu tercermin pada sekresi kortisol dalam serum darah yang seharusnya menurun pada malam hari. Apabila sekresi kortisol tetap tinggi, maka produksi respon imunologik akan menurun sehingga berakibat munculnya gangguan kesehatan pada tubuh seseorang. Sedangkan sekresi kortisol menurun, maka indikasinya adalah terjadinya
produksi respon imunologik yang meningkat pada tubuh seseorang. Niat yang tidak ikhlas, kata Sholeh, akan menimbulkan Kekecewaan, Persepsi Negatif, dan Rasa Tertekan. Perasaan negatif dan tertekan itu menjadikan seseorang rentan terhadap serangan stres.
Dalam kondisi stres yang berkepanjangan yang ditandai dengan tingginya sekresi kortisol, maka hormon kortisol itu akan bertindak sebagai imunosupresif yang menekan proliferasi limfosit yang akan mengakibatkan imunoglobulin tidak terinduksi. Karena imunoglobulin tidak terinduksi maka sistem daya tahan tubuh akan menurun sehingga rentan terkena infeksi dan kanker.

Kanker, seperti diketahui, adalah pertumbuhan sel yang tidak normal. "Nah, kalau melaksanakan shalat tahajjud dengan ikhlas dan kontinyu akan dapat merangsang pertumbuhan sel secara normal sehingga membebaskan pengamal shalat tahajjud dari berbagai penyakit dan kanker (tumor ganas)," kata alumni Pesantren Lirboyo Kediri Jatim ini. Menurutnya, shalat tahajjud yang dijalankan dengan tepat, kontinyu, khusuk, dan ikhlas dapat menimbulkan persepsi dan motivasi positif sehingga menumbuhkan coping mechanism yang efektif.
Sholeh menjelaskan, respon emosional yang positif atau coping mechanism dari pengaruh shalat tahajjud ini berjalan mengalir dalam tubuh dan diterima oleh batang otak. Setelah diformat dengan bahasa otak, kemudian ditrasmisikan ke salah satu bagian otak besar yakni Talamus. Kemudian, Talamus menghubungi Hipokampus (pusat memori yang vital untuk mengkoordinasikan segala hal yang diserap indera) untuk mensekresi GABA yang bertugas sebagai pengontrol respon emosi, dan menghambat Acetylcholine, serotonis dan neurotransmiter yang lain yang memproduksi sekresi kortisol.
Selain itu, Talamus juga mengontak prefrontal kiri-kanan dengan mensekresi dopanin dan menghambat sekresi seretonin dan norepinefrin. Setelah terjadi kontak timbal balik antara Talamus-Hipokampus-Amigdala-Prefrontal kiri-kanan, maka Talamus mengontak ke Hipotalamus untuk mengendalikan sekresi kortisol
Antara Jurnalistik dan Management Komunikasi.